Empat Pilar Gizi Seimbang sebagai Media Pendidikan Gizi Indonesia


Kondisi tubuh anak pendek (stunting) kerap tidak disadari sebagai masalah. Padahal dalam program Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, hal itu mendapat perhatian serius. Prevalensi balita pendek pada 2007 tercatat 36,8%. Kendati pada 2010 angkanya turun menjadi 35,6%, masih terjadi disparitas prevalensi anak pendek antarpropinsi terutama di daerah rawan pangan. Dengan data tersebut, berarti masih banyak anak Indonesia yang badannya terhambat dalam pertumbuhan. Kelak anak-anak ini akan menjadi generasi penerus Indonesia yang bertubuh pendek dan terhambat perkembangan otaknya. Kondisi ini memang tidak akan tampak dalam satu-dua tahun, tetapi 10 – 15 tahun mendatang mereka berpotensi menjadi “lost generation” dan kurang produktif.
           Ironisnya tidak hanya stunting saja masalah gizi yang dihadapi Indonesia, melainkan juga meningkatnya kasus kegemukan (obesitas) dari tahun ke tahun. Masyarakat awam berpendapat ketika melihat balita yang gemuk sering dianggap sehat, lucu, dan menggemaskan. Pendapat awam tersebut sudah tidak relevan lagi.  
 Hasil survei oleh Departemen Kesehatan RI yang terangkum dalam riskesdas 2010 menunjukkan fakta tingginya angka stunting dan trend peningkatan obesitas. Prevalensi stunting di Indonesia cukup tinggi berkisar antara 25% - 40% untuk semua kelompok umur balita. Sedangkan dari grafik berikut tampak bahwa prevalensi kegemukan (obesitas) pada kelompok umur < 5 bulan (warna hijau) mencapai lebih 20%.

Studi telah dilakukan untuk mengungkap prevalensi  anak yang stunting pada anak usia sebelum sekolah pada berbagai negara di dunia, dimana didapatkan prevalensi terendah  pada Negara Amerika Latin sedangkan tertinggi pada Negara-negara di Asia dan Afrika. Berdasarkan data WHO (2008) Indonesia merupakan negara ke-19 dari 24 negara dengan prevalensi stunting tinggi di dunia. Meski demikian, Indonesia berada di urutan ke-5 negara ‘penyumbang’ stunting di dunia sebanyak 7.688.000 dari 195,1 juta jiwa. 
Mengapa kejadian tubuh pendek (stunting) dan kegemukan di usia kurang dari 2 tahun menjadi masalah? Dalam publikasinya, Lancet series menjelaskan secara gamblang apa konsekuensi yang dihadapi pada individu yang mengalami kedua masalah gizi itu dan dampaknya bagi bangsa. Gangguan neonates dan penyakit-penyakit infeksi diperparah dengan adanya gizi kurang. Tubuh Pendek (stunting) yang terjadi sejak usia kurang dari 2 tahun akan mengakibatkan tubuh pendek hingga dewasa, perkembangan otak yang tidak optimal, dan menurunkan indeks pembangunan manusia di suatu negara yang berarti kehilangan potensi sumber daya manusia.
Sedangkan kegemukan sejak usia kurang dari 2 tahun berisiko menyebabkan terjadinya penyakit-penyakit tidak menular (non communicable disease/NCD) seperti sindroma metabolik, dislipidemia, diabetes mellitus, dan hipertensi pada usia yang lebih muda. Oleh karena itu World Bank (2006) dalam publikasinya berjudul Repositioning Nutrition as Central to Development menyatakan bahwa Window of Opportunity (periode emas) perbaikan gizi anak “sangat singkat” yaitu sejak saat sebelum kehamilan ibu hingga bayi yang lahir berusia 2 tahun. Jika sejak sebelum kehamilan, calon ibu hamil sudah mengalami masalah kekurangan gizi, maka akan berlanjut pada kehamilan ibu dan janin yang dikandungnya pun akan kekurangan gizi. Anak yang mengalami kekurangan gizi berpeluang menjadi anak dengan gizi baik jika sejak usia 0 bulan kelahiran mendapat dukungan gizi yang seimbang. Tetapi sebaliknya mereka pun berpeluang menjadi anak stunting dan/atau mengalami kegemukan jika kurang dukungan gizi seimbang dan/atau kelebihan gizi.
Kedua masalah gizi kurang dan gizi lebih ini terjadi bersamaan dan tentunya akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Isu beban ganda masalah gizi ini sebetulnya telah dicermati sejak satu dekade lalu. Mirip dengan yang dialami negara-negara di Amerika Selatan, seperti Peru. Peru berhasil menurunkan angka kejadian stuntingnya selama 3 tahun (2000-2004) dari 54% menjadi 37% dengan media pendidikan gizi. Analisis benefit cost dari pendidikan gizi terhadap penurunan biaya perawatan kesehatan akibat obesitas pun telah dilakukan. Sejalan dengan Amerika Serikat yang berhasil menekan angka kejadian obesitas selama 10 tahun terakhir dan mampu menekan biaya kesehatan yang diakibatkan obesitas hingga 12 triliun rupiah. Kuncinya ada pada pendidikan gizi terhadap masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi non pemerintah, sektor swasta dan masyarakat itu sendiri.
Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, setiap pengeluaran 1 US dollar untuk pendidikan gizi, mendapatkan ‘benefit cost’ senilai 2,48 USD hingga 8,34 USD. Apakah bentuk pendidikan gizi mereka? Salah satunya adalah panduan gizi sebagai media kampanye kesehatan, dan media poster booklet. Mereka mempunyai  panduan gizi bernama ‘Food Pyramid Guideline’ sejak 1992, pada tahun 2005 disempurnakan menjadi ‘MyPyramid’ dan 2011 mereka mengeluarkan media edukasi gizi ‘MyPlate’ dan logo nya akan ditempelkan pada semua produk makanan kemasan.
Begitu besarnya dampak positif pendidikan gizi sehingga di Indonesia  muncul sebuah media pendidikan gizi 13 Pesan Umum Gizi Seimbang pada tahun 2000 sebagai penyempurna Empat Sehat Lima Sempurna. Pada tahun 2000 itu pula, Buku Pedoman Gizi yang memuat 13 Pesan Umum Gizi Seimbang telah diterbitkan oleh Departemen Kesehatan. Namun, karena konsep dan Pedoman Gizi belum disosialisasikan dengan baik, maka sejak tahun itu juga Indonesia praktis tidak memiliki program dan strategi pendidikan gizi yang jelas.
Pada tahun 2008, para peneliti bidang gizi Indonesia yang terpusat pada 5 universitas (Universitas Andalas, Universitas Indonesia, Universitas Kristen Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro,dan Universitas Airlangga) yang melakukan penelitian di 10 centre kota dan kabupaten di Indonesia menyimpulkan bahwa 13 Pesan Umum Gizi Seimbang belum banyak dikenal dan sulit dipahami. Meski demikian, pendidikan gizi tetap dipandang sebagai tindakan pencegahan yang penting dan efektif.
Untuk itu dilakukan penyederhanaan 13 Pesan Umum Gizi Seimbang menjadi Empat Pilar Gizi Seimbang. Definisi Gizi seimbang adalah suatu susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan tubuh. Untuk mencapai hal tersebut, perlu diperhatikan 4 prinsip yang terkandung, yaitu Prinsip Keanekaragaman (variasi makanan), Prinsip Kebersihan Makan, Prinsip Hidup Aktif dan Berolah raga, dan Prinsip Mempertahankan Berat Badan Ideal. Empat pilar gizi seimbang merupakan bentuk dukungan terhadap Indonesia Sehat 2020 dan Millenium Development Goals untuk mengurangi masalah gizi.
Prinsip Keanekaragaman (variasi makanan) merupakan prinsip yang universal,  maksudnya adalah setiap manusia membutuhkan makanan yang bervariasi. Hal itu dikarenakan tidak ada satu jenis makanan yang mengandung seluruh zat gizi lengkap yang dibutuhkan tubuh, kecuali ASI sebagai makanan bayi 0 – 6 bulan. Pola makan ber-Gizi Seimbang tidak hanya memperhatikan sumber zat-zat gizi makro (Karbohidrat, protein,dan lemak) tetapi juga memperhatikan sumber zat-zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Gizi Seimbang mengatur proporsi keragaman makanan baik jenis maupun jumlah sesuai dengan kebutuhan.
Prinsip kedua adalah Pentingnya Pola Hidup Bersih. Prinsip ini khusus dititik beratkan pada penanganan makanan sejak pembelian, pemrosesan, hingga dikonsumsi. Pola makan Gizi Seimbang tidak optimal jika tidak diikuti penerapan hidup bersih seperti mencuci peralatan makan sebelum digunakan dengan air bersih dan sabun cuci, mencuci tangan bagi penjamah makanan, memasak dengan suhu yang tepat agar mematikan kuman, mencuci tangan sebelum makan dengan air bersih dan sabun, serta menyajikan makanan dalam keadaan tertutup.
Prinsip ketiga dalam Gizi Seimbang adalah keseimbangan antara asupan makanan dan pengeluaran energi untuk aktivitas fisik. Bila energi yang masuk lebih sedikit daripada yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik maka berat badan akan turun dan jika dibiarkan tubuh akan kurus, begitupun sebaliknya.
Fakta menunjukkan bahwa saat ini terjadi penurunan pengeluaran energi akibat kemajuan teknologi. Gaya hidup, yang disebut sedentary, kini bukan lagi hanya milik negara maju tetapi sudah mulai memasuki negara berkembang termasuk Indonesia. Contohnya saat ini anak-anak lebih suka menonton televisi, asyik bermain video game, dan komputer daripada beraktivitas fisik seperti jalan santai, naik sepeda, bermain dengan teman dilapangan/halaman. Kita pun terkadang terbiasa mengantar dan menjemput anak sekolah persis di depan gerbang sekolah. Oleh sebab itu, penggalakan hidup aktif dan olah raga menjadi penting.
Prinsip terakhir adalah pemantauan berat badan ideal. Pengertian berat badan ideal adalah berat badan (BB) yang serasi dengan tinggi badannya (TB). Acuan yang sering digunakan untuk usia dewasa adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) yang diperoleh dari BB (dalam kilogram) dibagi TB (dalam meter kuadrat). Sedangkan bayi dan balita mengacu pada grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan plotting  hasil penimbangan dan pengukuran TB. Apabila dalam dua bulan berturut-turut bayi dan balita tidak mengalami kenaikan berat badan, ibu patut curiga dan berkonsultasi kepada tenaga kesehatan.
Empat Pilar Gizi Seimbang ini tertuang dalam Tumpeng Gizi Seimbang (TGS). TGS memvisualkan 4 prinsip Gizi Seimbang yaitu : keaneka ragaman makanan sesuai kebutuhan, pola hidup bersih, hidup aktif dan pemantauan berat badan ideal. Luas potongan TGS menggambarkan banyaknya porsi makanan yang harus dikonsumsi per hari.
Empat Pilar Gizi Seimbang ini tertuang dalam Tumpeng Gizi Seimbang (TGS). TGS memvisualkan 4 prinsip Gizi Seimbang yaitu : keaneka ragaman makanan sesuai kebutuhan, pola hidup bersih, hidup aktif dan pemantauan berat badan ideal. Luas potongan TGS menggambarkan banyaknya porsi makanan yang harus dikonsumsi per hari.
Pada bagian bawah terdapat gelas berisi air putih yang menunjukkan kebutuhan air minum untuk tubuh minimal 2 liter (8 gelas) dalam sehari. Air putih yang diminum harus bersih, tidak berbau dan tidak berasa. Di atas air putih terdapat potongan tumpeng yang besar. Potongan besar itu menunjukkan golongan makanan pokok (sumber karbohidrat). Golongan ini dianjurkan dikonsumsi 3—8 porsi sehari. Kemudian di atasnya lagi terdapat golongan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Ukuran potongan sayur dalam TGS sengaja dibuat lebih besar yaitu 3 – 5 porsi sehari dibandingkan buah yang yang anjuran konsumsinya  2 – 3 porsi sehari.
Selanjutnya adalah potongan protein, dimana bagian kanan adalah golongan protein hewani seperti telur, ikan, daging, susu dan produk olahan susu (yogurt, mentega, dan keju), dan bagian kiri adalah golongan protein nabati seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya (tahu, tempe, dan oncom). Pada puncak TGS tampak potongan sangat kecil untuk makanan yang terdiri dari minyak, gula, dan garam. Potongan sangat kecil itu dimaknai sebagai anjuran mengkonsumsi minyak, gula, dan garam seperlunya saja. Sedangkan pada bagian paling bawah tumpeng terdapat prinsip – prinsip yang lain dalam Pedoman Gizi Seimbang yaitu pola hidup aktif dengan olahraga (aktivitas fisik), menjaga kebersihan sebelum makan dan pemantauan berat badan ideal.
TGS ini bisa didapatkan melalui berbagai media elektronik seperti internet untuk kemudian dicetak sendiri dan dipraktekkan secara mandiri di keluarga. Selain itu, sedang dikembangkan buku panduan Gizi Seimbang untuk Guru Sekolah Dasar yang diprakarsai oleh Danone Institute Indonesia di Jakarta. Perlu ditekankan lagi bahwa prinsip Gizi Seimbang didasarkan pada kebutuhan zat-zat gizi yang berbeda menurut kelompok umur, jenis kelamin, status kesehatan, dan aktivitas fisiknya. Oleh karena itu, satu macam TGS tidak cukup. Sehingga diperlukan beberapa macam TGS dimulai untuk remaja putri, ibu hamil dan menyusui, bayi dan balita, remaja, dewasa, dan usia lanjut.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antioksidan untuk Prediabetes

Perkembangan Gizi di Indonesia

Catatan Seorang Ayah ASI (Part 2)