GIZI INVESTASI MASA DEPAN



Sejak era abad ke-20 investasi pembangunan di negara-negara di dunia berkembang tidak lagi terbatas pada investasi pembangunan fisik tetapi lebih utama adalah investasi pembangunan manusia (sumberdaya manusia). Wujud investasi pembangunan manusia itu semakin digalakkan sejak terwujudnya Deklarasi Milenium yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs). MDGs merupakan hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Pemerintah Indonesia turut hadir dalam pertemuan puncak MDGs di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Sehingga sudah terwujudnya MDGs di Indonesia menjadi tanggung jawab semua elemen di bangsa ini.
Terdapat 8 tujuan (goals) dalam MDGs. Pertama, End Poverty and Hunger (Memberantas kemiskinan dan kelaparan). Kedua, Universal Education (Pencapaian pendidikan untuk semua). Ketiga, Gender Equality (kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan). Keempat, Child Health (meningkatkan kesehatan anak dan menurunkan angka kematian bayi). Kelima, Maternal Health (meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka ibu melahirkan). Keenam, Combat HIV/AIDS, malaria and communicable disease (memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lain). Ketujuh, Environmental Sustainibility (menjaga kelestarian lingkungan hidup). Kedelapan, Global Partnership (mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan).


        Pada aplikasinya, penerapan target tujuan MDGs disadari atau tidak tujuan pertama hingga keenam erat kaitannya dengan ilmu gizi. Status gizi merupakan indikator utama kemiskinan dan kelaparan serta derajat kesehatan. Keadaan gizi individu yang tidak memadai berdampak pada penurunan kualitas pendidikan yang berujuang pada ketidakmapanan kondisi sosial. Dukungan gizi yang baik sejak kehamilan sangat penting untuk mencapai kesehatan, pendidikan dan tujuan ekonomi yang terkandung dalam MDGs. Hal itu menjadi acuan sejak secara ilmiah, telah dibuktikan melalui penelitian – penelitian bahwa kesehatan yang optimal, perkembangan kognitif dan produktivitas individu tidak dapat dicapai tanpa dukungan gizi yang optimal. Kurang gizi pada anak berakibat pada ketidakmampuan tumbuh dan berkembang secara optimal, ketidakmampuan melawan penyakit – penyakit infeksi atau penurunan potensi belajar sepenuhnya. Kurang gizi pada dewasa akan menurunkan kemampuan melakukan pekerjaan dan menyebabkan kerugian dalam hal sosial dan ketahanan ekonominya. Gizi memiliki peran luar biasa penting dalam mendukung orang yang hidup dengan HIV / AIDS dan dalam mengurangi dampak penyakit tersebut terhadap paparan terhadap anggota rumah tangga. Program – program kebijakan peningkatan di bidang gizi memiliki peran penting dalam upaya untuk mencapai MDGs.

Gizi, Kesehatan, dan Pembangunan Ekonomi Bangsa
        Sub judul diatas mungkin dianggap terbalik ketika sebagian pembaca mencoba berpikir dengan investasi ekonomi maka perbaikan gizi mungkin dilakukan. Tidak lah salah apabila ada anggapan bahwa peningkatan ekonomi diperlukan untuk memperbaiki gizi. Tetapi pada kenyataannya tidak selalu demikian, bagi golongan ekonomi maju di negara-negara berkembang malah justru mengalami masalah gizi lebih. Perkembangan ilmu gizi saat ini memungkinkan untuk menyusun program perbaikan gizi lebih cepat tanpa harus menunggu investasi ekonomi. Apakah status gizi lebih baik memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat? Jika ya, seberapa tangguh dan besar efek yang ditimbulkan? Jika jawaban untuk pertanyaan pertama adalah "ya",dan efeknya cukup, pemberian bantuan makanan untuk masyarakat berpenghasilan rendah di negara yang defisit pangan dan beberapa negara-negara berkembang tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan manusia di daerah tersebut tetapi juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga negara-negara ini akhirnya dapat tumbuh keluar dari kemiskinan. Mengatasi masalah gizi buruk memungkin untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan mempercepat penurunan kemiskinan. 
Sumber : www.med.govt.nz (dimodifikasi)
           Pada tahun 2004, Konsensus Kopenhagen, yang berisi panel ekonom yang diantaranya termasuk tiga pemenang hadiah Nobel, menilai tingkat harapan pengembalian dari 17 investasi pembangunan. Invesitasinya terdiri dari berbagai jenis investasi, didalamnya termasuk gizi serta berbagai intervensi di bidang pendidikan, serta air dan sanitasi. Kemudian dinilai dampak intervensi ini. Penilaian ini menggunakan pembanding yang tidak lagi terfokus pada efektivitas biaya yang sederhana, dengan memperkirakan tingkat pengembalian dalam metrik umum, serta perbandingan di berbagai sektor dengan keluaran yang berbeda. Panel di forum tersebut menunjukkan bahwa, di antara semua usaha mungkin, mengatasi masalah defisiensi micronutrient (defisiensi zat gizi mikro) memiliki peringkat tertinggi kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi. Panel ahli ini juga menyatakan bahwa dengan memprioritaskan program untuk mengatasi masalah stunting pada anak berkorelasi dengan meningkatnya return of economic investment. Pada tahun 2008, pernyataan ahli diatas diperbarui dengan peringkat 30 intervensi paling menguntungkan di bidang ekonomi. Para ahli yang didalamnya terdapat lima peraih nobel bidang ekonomi, menyatakan bahwa empat intervensi diantara enam investasi paling menguntungkan merupakan investasi di bidang gizi. Pada akhir tulisan, penulis mencoba memaparkan contoh manfaat ekonomi yang diakui oleh panel ahli yang dikutip dari sebuah publikasi oleh Horton (2008) dalam Copenhagen 2008 Challenge Paper sebagai berikut Misalnya, setiap 1 USD pengeluaran untuk program suplementasi vitamin A, maka kemungkinan untuk memberikan benefit cost 100 USD. Agar tampak adil, perkiraan tersebut didasarkan pada berbagai asumsi seperti nilai manfaat masa depan dibandingkan dengan manfaat saat ini (ekonom umumnya melihat satu dolar hari ini bernilai lebih dari satu dolar untuk beberapa waktu masa depan).
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antioksidan untuk Prediabetes

Perkembangan Gizi di Indonesia

Catatan Seorang Ayah ASI (Part 2)