Perilaku Makan Anak

Oleh:
Adriyan Pramono,SGz.,MSi
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UNDIP/Center of Nutrition Research (CENURE)

Definisi Perilaku Makan Anak

Perilaku makan (Food-related Behavior) didefinisikan sebagai praktik makan terkait dengan proses pemilihan, persiapan, pemasakan, dan konsumsi makanan. Terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan yaitu aspek gizi dan keamanan makanan (1). Sebagai catatan penting, perilaku makan yang dimiliki seorang anak, bukan merupakan keadaan yang dibawa sejak lahir, namun sebagai akibat dari serangkaian proses pembelajaran mulai dari lahir sampai menjadi anak-anak hingga dewasa. Secara teori anak-anak tidak terlahir dengan kemampuan bawaan untuk memilih makanan yang bergizi bagi tubuh mereka (2). 
MP-ASI Perdana (bubur Gasol+ASI)
6 - 8 bulan (mulai 8 bulan sudah divariasi)
Anak-anak lahir dengan kesukaan pada makanan manisnya ASI, berlanjut terhadap penerimaan MP-ASI dari tekstur cair-lumat-lunak-semi lunak-hingga makanan dewasa, menolak makanan pahit dan asam, dan memiliki respon yang netral terhadap makanan asin. 
Penerimaan dan perkembangan pola pemilihan makanan merupakan proses yang bersifat multifaktorial dan kompleks, tentu saja faktor pola asuh Ibu menjadi yang terdekat dan utama (3). 
Dapat dilihat dokumentasi pribadi penulis yang berkolaborasi dengan dr.Fauzia Ramadhaniyanti dalam menyiapkan MP-ASI yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan anak kami.

MP ASI Bubur Cair Zukini
7 - 8 Bulan
MP ASI dengan keju parut (unsalted butter)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Makan Anak Dini Usia

Perilaku anak dalam memilih makanan yang dikonsumsimnya, sangat berkaitan erat dengan berbagai faktor. Faktor ketersediaan makanan dirumah tangga, faktor biologis anak itu sendiri (setiap anak memiliki potensi biologis yang berbeda), faktor budaya, faktor lingkungan keluarga, faktor pergaulan pengasuh dan anak itu sendiri, dan faktor sosial (2). Ingat, bahwa pengalaman sedini mungkin dalam mencoba jenis makanan tertentu sangat penting dalam perkembangan pola penerimaan makanan (pemilihan makanan kesukaan dan frekuensi makan) (4).

a. Faktor Biologis
Anak sudah dikenalkan Sayuran sejak Dini
MP ASI Usia 9 - 12 Bulan
Faktor biologis merupakan faktor yang terdapat dari dalam diri anak tersebut. Faktor ini meliputi, umur, jenis kelamin, faktor genetik, kesukaan terhadap rasa makanan (manis, asam, asin, pahit), rasa lapar atau kenyang, dan mekanisme fisiologis. Oleh sebab itu setiap anak memiliki potensi biologisnya masing-masing, tergantung daripada kejelian orang tua dalam mengamati si anak. Namun sayang, sedikit orang tua yang menganggap penting potensi biologis seorang anak. Pada saat memasuki periode MP-ASI sebaiknya anak tidak tergesa-gesa terpapar dengan makanan dengan rasa manis. Nantinya anak-anak yang tidak cepat terpapar rasa manis, akan lebih cerdas dalam memilah rasa manis, asam, asin, dan pahit (5). Hal ini tentunya akan berdampak pada variasi makanan yang dapat disusun oleh Ibu atau pengasuh sehingga diterima si Anak. Kebanyakan Ibu atau pengasuh menyatakan anak tidak mau makan, padahal mungkin saja kekurangan ada di makanannya.

b. Faktor Pengalaman Makan
Secara alami, anak-anak memiliki respon neufobia atau respon penolakan pada rasa atau jenis makanan baru (3,4). Itu juga penulis alami ketika pertama kali mengenalkan makanan non ASI kepada si anak. Salah satu cara yang efektif adalah mengkombinasikan MP-ASI dengan cairan ASI Ibu yang diperah. Tidak ada yang perlu ditakutkan dari proses ini selama kita sebagai orang tua tetap peduli, sebab sikap menolak atau memilih-milih makanan (picky eating) yang terjadi pada anak-anak merupakan mekanisme pertahanan alami mereka (6). 
Ekspresi Anak saat Nyaman untuk Makan
Hasil penelitian mengemukakan bahwa mekanisme neofobia dapat dikurangi dan penerimaan makanan menjadi meningkat dengan adanya paparan. Sejumlah 5 sampai 12 kali paparan cukup untuk membuat anak menerima makanan baru. Inilah bukti bahwa, rasa makanan dibentuk dari pengalaman makan (6-8).

c. Faktor Sosial-Budaya dan Lingkungan
Beberapa faktor dari dalam individu (seperti  kepercayaan, sikap, pengetahuan, dan persepsi) dan luar individu (seperti norma sosial, budaya, keluarga dan lingkungan sosial) memiliki pengaruh kuat dalam menentukan perilaku makan anak. Terdapat tiga kategori kepercayaan yang menyebabkan seseorang menolak makanan, yaitu: (1) kepercayaan terkait respon sensori afektif, misalkan makanan bau atau rasanya tidak enak, akan menyebabkan rasa tidak suka, (2) kepercayaan terhadap kemungkinan bahaya yang dikandung makanan atau untuk mengantisipasi konsekuensi yang ditimbulkan makanan tersebut, misalkan respon mual, muntah, dan diare, (3) kepercayaan mengenai asal usul didapatkannya suatu makanan, yang menyebabkan rasa muak atau jijik (9). Adanya faktor-faktor tersebut menimbulkan suatu pemahaman bahwa perilaku makan seseorang adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungannya, dan interaksi ini bersifat sangat kompleks (10). Ditambah lagi pada masa kini, paparan media massa tentang iklan produk makanan untuk balita begitu pesat. Masyarakat harus semakin jeli dalam mentransformasi informasi sehingga tidak begitu saja menerima pesan yang disampaikan (11).

d. Pentingnya pendidikan gizi
Pendidikan gizi merupakan suatu pendekatan ini dilakukan melalui proses penyaluran informasi terkait gizi kepada masyarakat dengan tujuan masyarakat mengerti tentang makanan apa saja yang harus dimakan agar kebutuhan gizi tubuh mereka terpenuhi. Pola pendekatan ini seharusnya berproses dari anak terpapar MP ASI hingga menjelang anak sekolah (masa pra sekolah). Masih sedikit orang tua yang menyadari bahwa perilaku makan anak sudah dimulai sejak usia bayi/balita. Kesadaran diri bahwa pola yang dibentuk sejak bayi/balita akan membentuk perilaku makan anak masa yang akan datang menjadikan mawas dalam hal pemilihan makan anak.

Keterbatasan  menggunakan pendekatan ini antara lain: khususnya orang tua merasa mengerti tentang kebutuhan gizi mereka dan merasa bahwa informasi yang mereka terima sudah cukup (12). Namun pada kenyataannya, apa yang mereka makan seringkali tidak sesuai dengan apa yang disarankan. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian informasi terkait gizi saja tidak cukup (6). Selain itu, penjelasan mengenai kebutuhan gizi seseorang juga merupakan proses yang kompleks dan panjang. Seyogyanya pendidikan gizi tidak hanya sekedar program "penyuluhan" semata yang selama ini kebanyakan dilakukan pemerintah. Namun juga harus memfasilitasi terjadinya perubahan perilaku dengan fokus pada motivasi dan kompetensi personal, interaksi interpersonal, dan modifikasi faktor lingkungan (13). 

Pendekatan ini melibatkan desain dan strategi spesifik untuk memfasilitasi perubahan perilaku dan praktik dengan menggunakan pengetahuan terbaru. Pendekatan ini digunakan dalam kebanyakan proyek komunitas di negara-negara maju khususnya dibidang gizi selama 20 tahun terakhir (14). Dalam pelaksanaannya melibatkan media masa, gerakan kemasyarakatan, hingga masuk ke dalam program pemberdayaan masyarakat perempuan. Aspek pemberdayaan inilah yang secara sistemik akan memodifikasi lingkungan, tidak mungkin jangka pendek, ini proses jangka menengah dan panjang yang kemungkinannya besar dalam perubahan perilaku kesadaran gizi (15).

Rujukan

1. Raats, M., Dean, M., & Shepherd, R. Food-related Behaviour: Is It a Question of Health? Food, Consumer Behaviour & Health Research Centre. University of Surrey: 2012.

2. Contento, I.R. Nutrition Education: Lingking Research, Theory, and Practice. Sudbury, Canada: Jones and Bartlett Publishers; 2007.

3. Swadener, S.S. Nutrition education for Preschool Age Children. A Research Review. Journal of Nutrition Education and Behaviour. 2005; 27 (6), 291-297.

4. Eliassen, E.K. The Impact of Teachers and Families on Young Children’s Eating Behaviours. National Association for the Education of Young Children. Kentucky University, Richmond (USA); 2011.

5. Importance of Complementary Feeding. Available from: http://www.nutritionweek.co.za/20compfeeding.html 

6. Worthington-Roberts, B.S. & Williams, S.R. Nutrition Troughout the Life Cycle. Fifth Edition. Mc.Graw-hill Companies. New York: 2007.

7. Kaminski, L.C., Henderson, S.A., & Drewnowski, A. Young Woman’s Food Preferences and Taste Responsiveness to 6-n-Propylthiuracil (PROP). Physiology and Behavior. 2000; 68: 691-697.

8. Keller, K.L. & Tepper, B.J. Inheritate Test Sensitivity to 6-n-Propylthiuracil (PROP) in Diet and Body Weight in Children. Obesity Research. 2004; 12: 904-912.

9. Brug, J., Glanz, K., & Kok, G. The Relationship Between Self Efficacy, Attitudes, Intake, Compared to Others Consumption, and State of Change Related to Fruit and Vegetables. American Journal of Health Promotion. 2001; 12(1): 25-30.

10. Niemeier, B.S., Tande, D.L., Hwang, J., Stastny, S. & Hektner, J.M. Using education, Exposure, and Environments to Increase Prescool Children Knowledge about Fruit and Vegetables. Journal of Extension. Vol.48 No.1 Page. 1-5: 2010.

11. IFIC Foundation. Food Marketing to Children and Youth: Treath or opportunity?. Washington DC: Institute of Medicine, National Academy Press: 2001.

12. Galloway, A.T., Fiorito, L.M., Lee, Y. & Birch, L.L. Parental Presure, Dietary Patterns, and Weight Status in Girl who are ”Picky Eaters”. Journal of the American Dietetic Association. 2005; 105: 541-548.

13. Buchanan, D. Two Models for Defining the Relationship Between Theory and Practice in Nutrition Education: Is the Scientific Method Meeting Our Needs? Journal of Nutrition Education and Behaviour. 2004; 36: 146-154.

14. Sims, L. Nutrition Education Research: Reaching Towards the Leading Edge. Journal of the American Dietetic Association. 2000; 87: 10-18.

15. American Dietetic Association. Nutrition Services: An Essential Component of Comprehensive Health Programs. Journal of the American Dietetics Association. 2003; 103: 505-514.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antioksidan untuk Prediabetes

Perkembangan Gizi di Indonesia

Makanan Pendamping ASI 6 - 24 Bulan